Transformasi kesehatan adalah tonggak penting dalam sejarah perjalanan Indonesia menuju bangsa yang maju. Tidak hanya di kota-kota besar, transformasi kesehatan harus menjangkau ke seluruh penjuru Indonesia, tidak terkecuali di daerah terpencil, tertinggal, di perbatasan, maupun kepulauan. Inilah yang menjadi tujuan kita bersama.
Dalam lanskap layanan kesehatan global yang berkembang pesat, kebutuhan akan transformasi digital yang komprehensif dalam sistem layanan kesehatan di Indonesia menjadi semakin jelas. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah merevolusi penyediaan layanan kesehatan, menawarkan peluang yang belum pernah ada sebelumnya untuk meningkatkan kualitas, aksesibilitas, dan keterjangkauan layanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.
Potensi manfaat transformasi digital di sektor layanan kesehatan Indonesia sangat besar.(Widharto dkk., 2020)[1] Teknologi kesehatan digital, seperti telemedis, rekam medis elektronik, dan aplikasi kesehatan seluler, dapat meningkatkan jangkauan dan efisiensi layanan kesehatan secara signifikan. khususnya di daerah pedesaan dan daerah tertinggal (Listiyandini, 2023).[2] Hal ini sangat penting terutama bagi Indonesia, yang menghadapi tantangan geografis dan infrastruktur dalam menyediakan akses pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkeadilam. Selain itu, integrasi digital kesehatan dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat untuk lebih terlibat aktif dalam manajemen kesehatan diri mereka sendiri. Diyakini, hal ini akan berdampak baik bagi peningkatan capaian kesehatan serta pengurangan beban pada sistem layanan kesehatan Indonesia.
Urgensi transformasi digital semakin diperkuat dengan meningkatnya permintaan akan layanan kesehatan mental di Indonesia. Tantangan kesehatan mental yang kian besar dan perubahan pola akses terhadap pelayanan kesehatan pasca pandemi COVID-19 menyoroti kebutuhan akan solusi perawatan kesehatan mental yang inovatif, mudah diakses, dan peka terhadap budaya. Dalam hal ini, komitmen pemerintah telah ditunjukkan melalui kebijakan pembangunan sarana-prasarana teknologi digital secara bertahap hingga mencakup seluruh wilayah Indonesia, termasuk untuk layanan kesehatan mental berbasis digital dalam rangka membangun generasi emas 2045.
Transformasi teknologi kesehatan menjadi pilar keenam yang menopang sistem kesehatan Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang sehat, berdaya saing, dan maju.[3] Untuk mewujudkan percepatan transformasi digital pada layanan kesehatan, dibutuhkan integrasi data yang rutin dan berkualitas. Namun, hingga saat ini masih terdapat lebih dari 80% fasilitas layanan kesehatan yang belum terintegrasi dengan teknologi digital. Selain itu, terdapat jutaan data yang masih terfragmentasi dan tersebar pada 400 aplikasi berbeda, ditambah terbatasnya regulasi yang berkaitan dengan standardisasi dan pertukaran data.[4]
Berdasarkan dokumen Cetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024, terdapat beberapa permasalahan terkait dengan transformasi digital pada layanan kesehatan di Indonesia di antaranya:[5]
- Data kesehatan pada layanan tingkat primer dan sekunder yang sulit diakses oleh tenaga kesehatan secara berkesinambungan dan real time. Kemudian, kelengkapan, konsistensi dan akurasi data kesehatan belum memenuhi standar penyusunan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy). Tidak terstandar dan terintegrasinya data juga mempersulit upaya dalam merealisasikan interoperabilitas data kesehatan dalam implementasi prinsip continuum of care. Selain itu, masih terdapatnya data yang tumpang tindih karena jumlah aplikasi yang terlalu banyak menyebabkan pencatatan data kesehatan menjadi inefisien dan inefektif.
- Permasalahan data pada layanan farmasi dan alat kesehatan, yakni belum adanya single key data feature yang digunakan untuk agregasi dan pengolahan data, sehingga tidak ada standardisasi kode perusahaan, produk, dan material bahan baku. Selain itu, ketiadaan format sistem data yang baku menyebabkan data stok obat, alat kesehatan, dan lain sebagainya disimpan secara terpisah di masing-masing instansi (produsen, distributor dan fasilitas pelayanan kesehatan). Hal ini berdampak pada rendahnya akurasi pemetaan supply dan demand yang berujung pada tingginya opportunity cost dari stock out serta beredarnya obat dan vaksin illegal.
- Permasalahan ketahanan kesehatan, yakni belum terpetakannya risiko penyakit di setiap daerah oleh karena sistem informasi surveilans (deteksi) yang belum mampu menunjukkan data secara real time. Kemudian, kemampuan deteksi dan respon kegawatdaruratan juga belum responsif. Dalam menghadapi krisis kesehatan, belum terdapat sistem pemantauan kesiapan fasilitas kesehatan, jejaring laboratorium, sumber daya manusia kesehatan, alat kesehatan, dan obat.
- Terbatasnya ketersediaan sumber daya manusia kesehatan yang berdampak pada akurasi analisis data yang tidak maksimal.
Sebagai leading sector dalam upaya memastikan ketersediaan akses infrastruktur telekomunikasi dan informasi pada layanan kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah melakukan langkah-langkah strategis dan terukur sejak 2019. Tiga agenda utamanya antara lain: (1) optimalisasi antar dan intra fasilitas kesehatan, (2) peningkatan arus data fasilitas kesehatan, serta (3) pemanfaatan aplikasi kesehatan berbasis digital khususnya di daerah underserved. Dalam implementasinya, komitmen pemerintah pusat dan daerah yang diperkuat dengan dukungan lintas sektor menjadi kunci keberhasilan yang utama. Oleh karenanya, RebsTec hadir untuk turut mengawal dan berkontribusi aktif dalam menyuksukseskan transformasi digital kesehatan Indonesia mewujudkan masyarakat digital yang sehat, saling terhubung, dan berdaya saing.
[1]Punto Widharto, Adam Imansyah Pandesenda, Arif Nur Yahya, Eki Aidio Sukma, Muhammad Rifki Shihab, Benny Ranti. (2020). Digital Transformation of Indonesia Banking Institution: Case Study of PT. BRI Syariah. 2020 International Conference on Information Technology Systems and Innovation, ICITSI 2020 – Proceedings. Tersedia di: https://scholar.ui.ac.id/en/publications/digital-transformation-of-indonesia-banking-institution-case-stud.
[2]Ratih Arruum Listiyandini. (2023). Layanan Kesehatan Mental Digital: Urgensi Riset dan Penerapannya di Indonesia. Jurnal Psikologi Ulayat/Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology, 2023, 10(1):1-4.
[3]Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
[4]Mujiburrahman, Satrio Arga Effendi. (2022). Urgensi dan Tantangan Mempercepat Transformasi Digital pada Layanan Kesehatan di Indonesia. Politik dan Keamanan Budget Issue Brief, 2002, 02(9): 1-2. Tersedia di https://berkas.dpr.go.id/pa3kn/analisis-tematik-apbn/public-file/bib-public-120.pdf.
[5]Ibid.